HAM (Hak Asasi Manusia) adalah hak
dasar atau hak pokok yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat
melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan
anugrah Allah SWT. HAM adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang
dimiliki oleh manusia berdasarkan kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya sehingga bersifat suci. Dengan kata lain, HAM
adalah bermacam-macam hak dasar yang dimiliki pribadi manusia sebagai anugerah
dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir sehingga hak asasi itu tidak dapat
dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Macam-macam
HAM yang hingga saat ini telah berhasil dirumuskan, antara lain sebagai
berikut:
·
Hak Asasi Pribadi: Hak asasi pribadi adalah hak
kemerdekaan memeluk agama, beribadat menurut agama masing-masing, menyatakan
pendapat dan kebebasan berserikat atau berorganisasi.
·
Hak Asasi Ekonomi atau Hak Milik: Hak asasi
ekonomi atau hak miliki adalah hak kebebasan memiliki sesuatu, hak menjual dan
membeli sesuatu, serta hak mengadakan suatu kontrak atau perjanjian.
·
Hak Asasi Persamaan Hukum: Hak asasi persamaan
hukum adalah hak memperoleh perlakuan yang sama dalam keadilan hukum dan pemerintahan.
·
Hak Asasi Politik: Hak asasi politik adalah hak
diakui dalam kedudukan sebagai warga negara yang sederajat. Olehnya itu,
tiap-tiap warga negara wajar mendapat hak keikutsertaan dalam pemerintahan,
seperti hak memilih dan dipilih, mendirikan organisasi atau partai politik
serta hak mengajukan petisi dan kritik atau saran.
·
Hak Asasi Sosial dan Kebudayaan: Hak Asasi
Sosial dan Kebudayaan adalah kebebasan hak untuk memperoleh pengajaran dan
pendidikan atau hak memilih pendidikan dan hak mengembangkan kebudayaan yang
disukai.
·
Hak Asasi Perlakuan Tata Cara Peradilan dan
Perlindungan Hukum: Hak asasi perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
hukum adalah hak mendapat perlakuan yang wajar dan adil dalam penggeledahan
(razia, peradilan, penangkapan, dan pembelaan hukum).
contoh kasus :
Munir Said Thalib, pejuang HAM Indonesia, 4 tahun silam
tewas diracun arsenik dalam perjalanannya menuju Amsterdam dari Jakarta.
Berbagai kemungkinan pihak dibalik pembunuhan sampai saat ini belumlah
terungkap sepenuhnya. Aksi-aksi perjuangan pendiri KontraS (Komosi untuk Orang
Hilang dan Korban Kekerasan) ini, Munir, menjadi ‘musuh berbahaya’ bagi
lawan-lawannya.
Kebencian para penguasa orde baru terhadap gerakan ‘human
right’ Munir sangatlah beralasan. Mereka [penguasa] yang telah semena-mena
menindas, membunuh, dan membantai rakyat kecil mendapat perlawanan keras dari
Munir. Munir tanpa lelah terus mencari fakta dan realita untuk mengungkap
kasus-kasus pembantaian orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya
dan keluarganya menerima berbagai ancamam pembunuhan, Munir tetap melangkahkan
perjuangannya dengan darah jadi taruhannya.
Kematian Munir di pesawat Garuda pada 7 September 2004,
menjadi kemenangan terbesar para penjahat kemanusiaan di negeri ini. Ada begitu
banyak deretan nama-nama penguasa Orde Baru yang masih ‘berkeliaran bebas’ di
negeri ini. Tidak hanya berkeliaran, bahkan tidak sedikit dari mereka menjadi
‘pahlawan’ yang dinantikan oleh masyarakat kita yang masih ‘melek realitas’.
Kronologis Pengadilan Munir
Munir, Sang Pilot Garuda
Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan
Munir (dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama
persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus
sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir
ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus
‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan
Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang
terdaftar oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005
Pollycarpus BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara.
Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya
sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario pemalsuan surat tugas
dan hal-hal yang janggal, membuktikan Pollycarpus adalah pihak yang telah
menghabiskan nyawa ‘pahlawan HAM Indonesia”. Namun, timbul pertanyaan, untuk
apa Pollycarpus membunuh Munir?? Apakah dia bermusuhan atau bertengkar dengan
Munir?? Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka berdua.
Muchdi PR, Sang Agen Intelijen
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah
menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang mantan
petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen (Purn)
Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI Angkatan
Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra). Selain itu,
ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia (CIA-nya
Indonesia)
Muchdi PR ditangkap pada 6 Juni 2008. Lalu ia disidangkan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada awal Desember 2008, jaksa penuntut
umum (JPU) kasus pembunuhan Munir menuntut Muchdi PR dihukum 15 tahun penjara.
Muchdi PR terbukti menganjurkan dan memberikan sarana kepada terpidana
Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir.
Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang terungkap dari
keterangan saksi, barang bukti, dan keterangan terdakwa selama 17 kali sidang.
Di antaranya adalah surat dari Badan Intelijen Negara yang ditujukan kepada
Garuda Indonesia pada Juni 2004 yang merekomendasikan Pollycarpus sebagai
petugas aviation security. [hal aneh, mengapa BIN ikut campur urusan bisnis
Garuda hingga merekomendasi Pollycarpus untuk ikut terbang ‘bersama’ Munir]
Budi Santoso [sebagai saksi] yang menyatakan pernah
mendengar Pollycarpus disuruh Muchdi membunuh Munir. Jaksa juga menunjuk bukti
transaksi panggilan dari nomor telepon yang diduga milik Pollycarpus ke nomor
yang diduga milik Muchdi, atau sebaliknya, yang tercatat dalam call data
record. Selain itu, dalam persidangan Muchdi PR memberikan keterangan
berubah-ubah dan beberapa kali bertindak tidak sopan.
Usaha para jaksa membongkar kasus pembunuhan dan menuntut
pelaku pembunuh kandas ditangan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai
Suharto. Tanggal tanggal 31 Desember 2008, majelis hakim menvonis bebas
Muchdi Pr atas keterlibatannya dalam pembunuhan aktivis HAM – Munir. Kurangkah
bukti di pengadilan? Ataukah ada rupiah atau ancaman yang diterima oleh para
‘penegak hukum’ di institusi peradilan kita???
Inikah keputusan yang adil bagi perjuangan keadilan dan hak asasi manusia, tatkala Pollycarpus BP terbukti membunuh atas ‘bimbingan’ BIN dan telah divonis 20 tahun penjara?
Inikah keputusan yang adil bagi perjuangan keadilan dan hak asasi manusia, tatkala Pollycarpus BP terbukti membunuh atas ‘bimbingan’ BIN dan telah divonis 20 tahun penjara?
Langkah Hukum
Meski ditengah krisis kepercayaan institusi hukum di negeri
ini, pihak berwajib harus mengajukan kasasi ke lembaga hukum lebih tinggi atas
putusan bebas tersebut. Karena jika putusan bebas, dapatkah kita mencari dalang
pembunuh sebenarnya?
Menurut saya, yang pasti Pollycarpus hanyalah ‘alat’ yang
digunakan oleh pihak penguasa, dalam hal ini mantan terdakwa Muchdi PR. Disisi
lain, saya melihat bahwa Muchdi PR bukanlah satu-satunya orang dibalik
pembunuhan Munir. Saya berkeyakinan bahwa Muchdi PR hanyalah rekanan dari
penguasa lain yang menginginkan agar Munir dieksekusi. Siapakah itu?
Untuk menelusuri hal tersebut, saya akan berusaha mencari
referensi kasus-kasus besar dan penting yang ditangani oleh Munir, terutama
kasus pelanggaran HAM yang dilakukan pihak penguasa Orde Baru.
Ada beberapa kasus penting yang pernah ditangani oleh (alm)
Munir yang memungkinkan [menurut opini saya] mereka/pihak yang berseberangan
dengan Munir memiliki niat untuk menghabisi nyawa Munir. Dan kita tahu bahwa,
banyak saksi, pembela, jaksa dinegeri ini ditindas, diancam bahkan dibunuh oleh
para tersangka ‘penjahat, perampok,pembunuh’. Sebut saja, hakim Agung, M.
Syafiuddin Kartasasmita, yang dibunuh atas perintah Tommy Soeharto, karena
sedang mengadili kasus korupsinya.
Berikut daftar kasus ‘penting dan berbahaya’ yang ditangani
Munir:
– Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus
permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura,
Jawa Timur; 1993
— Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
— Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
— Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
— Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
— Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktifis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
— Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
— Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi 1 dan 2; 1998-1999
— Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
Usaha Mencari “Induk Semang” Penculikan
Kita tahu bahwa mereka yang berjuang melawan pemerintah yang
tiran di zaman orde baru akan dihilangkan [dihabisi]. Dari tahun 1997-1998,
tercatat minimal ada 24 orang aktivis dan mahasiswa yang ditangkap oleh pasukan
khusus era Soeharto hingga saat ini dinyatakan hilang [dihilangkan oleh
penguasa]. Jika di era 80-an dan awal 90-an dikenal Petrus, maka menjelang
kerusuhan Mei 1998, untuk membendung aksi anti-pemerintah Soeharto, maka
Soeharto pun menyiapkan ‘keamanan’ yang lebih khusus.
Salah satu divisi ‘loreng’ yang bertindak ‘mengamankan’
situasi adalah Kopassus dengan TIM MAWAR-nya. Ratusan aktivis ditangkap dan
disiksa, serta sebagian “top of the top activist” hilang bak ditelan bumi.
Terutama mereka yang ‘suka’ berbicara HAM kepada pemerintah. Salah satu tokoh
yang saya angkat adalah Wiji Thukul, seorang sastrawan puisi.
Wiji Thukul
Wiji Thukul, terkenal dengan puisi yang ‘menyayat wibawa
pemerintah’ karena berisi kritikan terhadap ketidakadilan dan pengingkaran
harkat dan martabat manusia. Semenjak Tragedi 27 Juli 1996, ia menjadi buruan
aparat. Akibat suaranya yang vokal, selama hampir 6 bulan, ia terpaksa
menghindar dari kejaran aparat [kalau tertangkap, yah……habiiiiss!]. Ia tidak
bisa pulang. Keadaan memaksanya untuk pergi, berlari tanpa bisa berhenti,
menyelamatkan diri dengan meninggalkan istri dan kedua anaknya. Dan suara
seorang suami, masih terdengar terakhir kali oleh istrinya pada Februari 1998
(6 bulan setelah Tragede 27 Juli). Setelah itu…ia ‘hilang’ dan sangat mungkin
dihilangkan.
Tak pelak lagi, Munir pun salah satu korban, ‘anak manusia’
yang terlalu ‘galak’ kepada pemerintah yang tiran. Alm. Munir tahu betul siapa
pelaku Tragedi 27 Juli 1997, dan siapa dibalik penangkapan aktivitis yang
menyeret ‘petinggi orba’. Meski pada saat itu ia belum punya bukti-bukti
lengkap untuk menjebloskan para ‘tiran’, dan hingga sebelum ajal
menjemputnya, Alm. Munir terus berjuang membela para korban dengan mengumpul
sebanyak mungkin bukti dan saksi. Dan hingga saat ini pun, lembaga ‘adhyaksa’
[pengadilan] kita belum mampu mengungkap tragedi 27 Juli karena kekurangan
bukti, saksi yang bungkam hingga masih kuatnya pengaruh oknum orba di saat
ini…..
Dari uraian di atas, kita pun bisa menduga-duga, siapa sih
pelaku penculikan? Siapa sih yang merasa terancam jika Munir masih bisa
bernafas, menatap, dan berbicara? Selama lebih 6 tahun kejatuhan rezim Orba
akhirnya Munir, pihak yang terancam sudah pasti mencari momen yang tepat untuk
menghabisi ‘pahlawan HAM’ tersebut. Akhirnya, 1 bulan menjelang pelantikan
Presiden terpilih SBY Oktober 2004, pada tanggal 7 September 2004 Munir tewas
diracun.
“Institusi Penculikan”
Belajar dari pengalaman masa lalu, duga-dugaan kita akan
semakin mengerucut pada beberapa tokoh dibalik peristiwa pelanggaran HAM
di tahun 1997-1998. Petinggi-petinggi yang menguasai tampuk kekuasaan yang
‘memungkinkan’ melakukan ‘agresi’ pada rakyat kecil, adalah MILITER. Siapakah
petinggi militer yang berpotensi sebagai tersangka penculikan, pembunuhan?
Hanya ada beberapa yang sangat berpontensi yakni Kopassus ataupun Kostrad. Hanya ada 2 kemungkinan yang sangat menonjol : Komando Pasukan Khusus atau Komando Strategis Angkatan Darat. Di era Soeharto, hierarki Kopassus dan Kostrad bisa langsung ‘dibisikkan’ oleh Presiden, tanpa ‘bersungkem’ kepada Pangab yang dijabat Jendral Wiranto.
Hanya ada beberapa yang sangat berpontensi yakni Kopassus ataupun Kostrad. Hanya ada 2 kemungkinan yang sangat menonjol : Komando Pasukan Khusus atau Komando Strategis Angkatan Darat. Di era Soeharto, hierarki Kopassus dan Kostrad bisa langsung ‘dibisikkan’ oleh Presiden, tanpa ‘bersungkem’ kepada Pangab yang dijabat Jendral Wiranto.
Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa institusi yang
bertanggung jawab langsung atas penculikan para aktivis dan mahasiswa yang
vokal pada saat itu adalah “TIM MAWAR“, suatu tim khusus yang dibentuk oleh
KOPASSUS yang dipimpin oleh Letnan Jendral Prabowo Subianto, Sang menantu
Soeharto pada saat iu. Sedangkan yang bertanggungjawab mengendalikan aksi
demonstrasi Mahasiswa pada Mei 1998 salah satunya adalah campur tangan satuan
Kostrad yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Muchdi PR. Setelah Prabowo dicopot
dari Kopassus, maka posisi ini akhirnya dipegang oleh Muchdi PR.
Sehingga wajar, jika sebagian kecil masyarakat beropini
bahwa “para petinggi Kopassus bertanggung jawab terhadap penculikan” dan “para
petinggi yang merasa terancam atas desakan hukum atas penculikan adalah ‘otak’
pembunuhan Munir”. Opini sederhana yang ditarik oleh masyarakat awam dari
sebuah kisah kelam yang sedikit demi sedikit terbongkar. Tetapi, namanya
politik, intrik dan kekejaman memang sulit untuk ditebak maupun sulit untuk
diduga, apalagi dibuktikan dalam waktu seumur jagung.
Jadi, wajarkah jika beberapa orang berpendapat bahwa
“petinggi institusi yang terlibat atas dua kasus tragedi
’98 (penculikan dan pembunuhan) tersebut” yang menjadi tokoh
intelektual pembunuhan Munir. Dua institusi tersebut, tak lain-tak bukan :
Koppasus, dan Kostrad. Sah-sah saja, jika ada yang berpendapat seperti
itu. Tetapi, karena negara kita adalah negara hukum, maka masyarakat kita pun
dibatasi agar tidak menuduh orang yang belum ada bukti bersalah sebagai
pelaku. Yang hanya bisa dilakuan masyarakat adalah menduga. Ingat masih menduga
[jadi masih diwilayah abu-abu].
Meskipun demikian, opini sebagian masyarakat perlu dicermati
mendalam, tatkala saat ini, para mantan petinggi “Institusi militer yang
bermasalahan tersebut” yakni Prabowo dan Muchdi begitu akrab serta
bersama-sama mendirikan Partai Gerindra. (Prabowo sebagai Ketum dan
Muchdi PR sebagai Waketum).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar